PALU – Desakan Yayasan Ekonesia untuk memoratoriumkan Kawasan Pangan Nusantara (KPN) saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi III DPRD Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) perlu disambut baik.
Namun, menurut Ridha Saleh, yang juga mantan ketua tim mitigasi sosial KPN Dampelas, bahwa akar permasalahannya bukan pada RDP bersama anggota DPRD Sulteng. Ia menyarankan agar pihak Ekonesia turun langsung ke lapangan untuk berdiskusi dengan para petani.
“Saya bahkan sudah dua kali diundang untuk mendengarkan dan memberi masukan terhadap studi tersebut kalau nggak salah itu berlangsung tahun lalu, saya menduga kawan-kawan ekonesia mungkin sudah satu tahun tidak pernah lagi memantau atau turun kelapangan, bahkan saya menduga informan yang mereka wawancara bukan petani atau penerima manfaat langsung dengan keberadaan KPN Dampelas,” tegas Ridha Saleh.
Oleh karena itu saya menduga ekonesia sama sekali tidak menangkap dan memahami latar, prinsip dan substansi KPN.
“Yang mereka kritik itu hanya aspek-aspek formal dan prosedural saja, mereka tidak membaca utuh profiling dan aspirasi petani yang ada di kecamatan Dampelas, karena itu saya menyarankan agar Ide moratorium ini sebaiknya di seminarkan di desa Talaga, seperti halnya saat penerintah pertama kali menggagas KPN ini dimulai dengan pertemuan desa, adat pemerintah dan petani,” beber Edang panggilan akrab Ridha Saleh.
Saya mendapat informasi terakhir bahwa lahan yang ditanami petani di KPN hingga kini sudah mencapai 120 Ha, itu artinya sudah melibatkan banyak sekali kelompok tani yang memanfaatkan lahan di KPN, sedangkan komuditasnya terdiri dari pisang, pepaya,, kacang tanah, rica, jagung ubi kayu, durian dan kelapa dalam bahkan sudah beberapa kali panen.
“Jadi sekali lagi saya menyarankan sebaiknya ekonesia datanglah kelapangan langsung ke areal KPN dan diskusi dengan petani, itu mungkin bisa menambah wawasan dan bacaan,” pungkas Ridha Saleh. (*)