PALU – M. Ridha Saleh, mantan Tenaga Ahli Gubernur Rusdy Mastura yang sekarang menjabat sebagai <span;>Tim Ahli Anggota Pelaksana Satgas Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional meminta Satuan Tugas (Satgas) Penyelesaian Konflik Agraria (PKA) Sulteng untuk tetap fokus dan punya target dalam menjalankan tupoksinya.
Ridha Saleh menjelaskan, penyelesaian konflik agraria (tanah dan sumberdaya alam) bukanlah pekerjaan mudah karena harus bersentuhan dan terkait dengan kepentingan regulasi otoritas diberbagai level, rekayasa sosial, kepentingan dan benturan ekonomi, hak dan keadilan serta mitigasi lingkungan hudup.
Namun, kata Ridha Saleh, bisa menjadi lebih mudah jika kerja penyelesaian konflik agraria dikerjakan secara fokus dan punya target tentu dengan prinsip kesetaraan, kesejahteraan bersama, keadilan semua pihak serta bebas conflict of interest.
Di Sulteng masih banyak kasus konflik agraria yang bersifat laten sewaktu-waktu akan meledak dan konflik agraria yang bersifat manifes yang sekarang ada di depan mata. Apalagi konflik-konflik tersebut terkait langsung dengan sektor-sektor strategis seperti sektor pertambangan, perkebunan, kawasan industri, kawasan pangan serta infrastruktur yg menjadi prioritas pemerintah karena dianggap menunjang kesejahteraan daerah.
“Saya menyarankan agar satgas ini fokus saja pada aspek yang paling strategis yaitu penyelesaian, pemenuhan dan penataan akses atas hak-hak properti masyarakat dan korban konflik, namun harus dikaitkan atau inline dengan misi peningkatan kesejahteraan masyarakat, stabilitas sosial serta iklim investasi yang inklusif dan berkelanjutan di daerah,” urai Ridha.
“Saya berharap satgas dapat bekerja dengan fokus dan terarah. Tidak perlu memperdebatkan status satgas, mungkin yang perlu disederhanakan adalah struktur internal dan mekanisme handling kasusnya,” sambung Ridha.
Sejak menjabat menjadi Tenaga Ahli Gubernur Rusdy Mastura, Edang sapaan akrab Ridha Saleh mengaku telah menyelesaikan 71 kasus sengketa agraria di seluruh kabupaten di Sulteng. Masih ada 41 perkebunan hingga saat ini belum memiliki hak guna usaha (HGU), ada 3 konflik di kawasan industri, 14 kasus yg teradukan baik tambang nikel dan galian C, serta 6 kasus berkaitan dengan kerusakan lingkungan. ***