Pemuda Berani Sulawesi Tengah Nyatakan Dukungan Terhadap Rencana Pembentukan Satgas Khusus

PALU – Organisasi masyarakat sipil Pemuda Berani Sulawesi Tengah menyatakan dukungan terhadap rencana Gubernur Sulawesi Tengah untuk membentuk satuan tugas (satgas) khusus yang akan menangani persoalan krusial seperti penambangan ilegal, kerusakan lingkungan, pembalakan liar, serta pengawasan distribusi bahan bakar minyak (BBM) dan gas.

Inisiatif ini dinilai penting untuk menghentikan kebocoran kekayaan negara dan mengatasi masalah sosial-ekologis yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.

Penambangan Ilegal Masif dan Tak Terkendali

Dalam siaran pers yang dirilis oleh inisiator Pemuda Berani Sulteng, Moh. Jabir, dijelaskan bahwa penambangan ilegal di Sulawesi Tengah telah terjadi secara masif dan berlangsung tanpa kendali.

Pemerintah dinilai kurang memberikan perhatian serius terhadap persoalan ini, yang diperparah oleh lemahnya tindakan penegakan hukum dari aparat terkait.

“Ledakan jumlah penduduk yang tidak diimbangi dengan penyediaan lapangan kerja mendorong banyak orang terjun ke aktivitas tambang ilegal. Sayangnya, tindakan ini tidak dibarengi dengan pengawasan dan penindakan hukum yang tegas,” ujar Jabir.

Jabir menambahkan, terdapat indikasi kuat keterlibatan sejumlah oknum penegak hukum dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam melindungi aktivitas tambang ilegal.

Alhasil, para pelaku merasa bebas menjalankan usahanya tanpa khawatir terkena jerat hukum.

Kerugian Negara Capai Rp100 Miliar per Bulan

Dalam lima tahun terakhir, dari 2020 hingga 2025, aktivitas penambangan ilegal diperkirakan menyebabkan kerugian negara hingga Rp100 miliar setiap bulannya.

Baca Juga :  Dari Silaturahmi Gubernur Bersama Menteri P2MI, Pekerja Migran asal Sulteng Diharapkan Mendapat Perlindungan

Lokasi paling mencolok dari aktivitas ini adalah di Kelurahan Poboya, Kota Palu, yang disebut-sebut beroperasi di balik kontrak karya milik PT Citra Palu Mineral dan keterlibatan PT AKM.

Meski tidak memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP), perusahaan-perusahaan tersebut tetap menjalankan aktivitas penambangan karena memiliki afiliasi dengan pemilik alat berat dan diduga mendapat perlindungan dari pihak tertentu.

Selain Poboya, penambangan ilegal juga marak terjadi di Parigi Moutong, Buol, Tolitoli, Morowali, dan Poso.

Di daerah-daerah ini, aktivitas tambang dilakukan oleh kelompok yang memiliki jaringan kuat dengan oknum aparat maupun tokoh masyarakat setempat, sehingga aparat penegak hukum kesulitan melakukan tindakan.

Kerusakan Lingkungan dan Infrastruktur Meningkat

Tak hanya menyebabkan kerugian finansial, penambangan ilegal juga berdampak serius terhadap kerusakan lingkungan dan infrastruktur.

Moh. Jabir menyoroti bahwa sejak era kepemimpinan Anwar Hafid dan Reni Lamadjido, kerusakan jalan dan kawasan hutan meningkat tajam.

“Sepanjang jalan Palu–Donggala, kita bisa lihat dampak dari pengelolaan tambang yang semrawut. Bahkan yang mengantongi izin pun tetap membawa dampak buruk bagi warga,” katanya.

Ia mencatat terdapat sekitar 32 titik kerusakan jalan di rute tersebut, dengan lima kali kejadian putusnya akses jalan akibat banjir bandang yang berasal dari wilayah hulu yang rusak.

Baca Juga :  Jadi Khatib Sholat Idul Fitri 1446 H, Gubernur Mengajak Perkokoh Keimanan

Penegakan Hukum Masih Lemah dan Terindikasi Ada Pembiaran

Pemuda Berani Sulteng juga menilai bahwa pembiaran terhadap aktivitas tambang ilegal merupakan bentuk perlindungan terhadap kejahatan.

Dalam siarannya, mereka mengutip Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Kepolisian Republik Indonesia.

Dalam Pasal 2 dan Pasal 5, ditegaskan bahwa fungsi kepolisian adalah menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat serta menegakkan hukum.

“Kalau penegakan hukum tidak dilakukan, maka wajah hukum menjadi buram. Pembiaran berarti pelanggaran terhadap mandat institusi negara,” ujar Jabir.

Ia menegaskan bahwa kontribusi sektor pertambangan terhadap pendapatan daerah menjadi nihil akibat praktik ilegal ini.

Selain itu, risiko bencana seperti longsor, banjir, hingga jatuhnya korban jiwa menjadi ancaman nyata bagi masyarakat di sekitar lokasi tambang.

BBM Ilegal dan Kelangkaan LPG Perlu Diawasi

Selain isu tambang, Pemuda Berani Sulteng juga menyoroti peredaran BBM dan kelangkaan gas elpiji 3 kg yang sering terjadi di berbagai wilayah Sulawesi Tengah.

Jabir menduga adanya praktik penyelewengan dalam distribusi BBM oleh para pialang dan oknum tertentu.

“Kami melihat ada indikasi permainan oleh kelompok yang menguasai distribusi minyak dan gas, termasuk manipulasi laporan perusahaan mengenai suplai BBM guna menutupi biaya-biaya tak resmi,” ujarnya.

Baca Juga :  Peringatan HUT Provinsi Sulawesi Tengah Ke- 61, Gubernur Luncurkan Tiga Program Pro Rakyat

Ia juga menilai kelangkaan LPG 3 kg yang terus berulang harus menjadi perhatian serius pemerintah provinsi.

Dukungan terhadap Pembentukan Satgas oleh Gubernur

Sebagai respons terhadap situasi tersebut, Pemuda Berani Sulteng menyatakan mendukung penuh langkah Gubernur Sulawesi Tengah untuk membentuk satuan tugas yang khusus menangani permasalahan sumber daya alam dan pengawasan energi.

“Satgas ini sangat penting dan mendesak karena sifatnya yang krusial. Tidak hanya untuk menghentikan kebocoran kekayaan negara, tapi juga untuk mengatasi akar persoalan yang dihadapi masyarakat Sulawesi Tengah,” ujar Jabir.

Menurutnya, keberhasilan satgas ini akan bergantung pada keberanian politik dan ketegasan penegakan hukum.

Ia mendorong agar satgas tidak hanya menjadi simbol, tetapi bekerja nyata dengan melibatkan masyarakat sipil, akademisi, dan lembaga pengawas independen. (*)

Loading

banner 728x250