Pemprov Sulteng Bentuk Tim Terpadu, Sengketa Lahan Watutau Masuki Babak Baru

PALU – Sengketa lahan yang melibatkan warga Desa Watutau, Kecamatan Lore Peore, Kabupaten Poso, dengan Badan Bank Tanah, kini memasuki fase baru.

Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah membentuk tim terpadu untuk menelusuri dan memverifikasi klaim masyarakat atas lahan garapan yang diduga tumpang tindih dengan wilayah Hak Pengelolaan (HPL) Bank Tanah.

Langkah ini disepakati dalam rapat yang digelar pada Rabu (30/4/2025), yang dipimpin Asisten Pemerintahan dan Kesra Fahrudin Yambas diruang kerjanya dan dihadiri berbagai pihak, termasuk Ketua Satgas Penyelesaian Konflik Agraria Eva Bande, Sekdis Perkimtan Jambar, Kasub Hukum Erwin, Asisten I Pemkab Poso, perwakilan BPN/ATR Sulteng, Bank Tanah, serta utusan dari masyarakat Watutau.

Baca Juga :  Jadi Khatib Sholat Idul Fitri 1446 H, Gubernur Mengajak Perkokoh Keimanan

Rapat ini merupakan tindak lanjut dari aduan masyarakat melalui Koalisi Kawal Pekurehua, sebuah gerakan advokasi agraria yang selama ini mengawal konflik tanah di wilayah adat Pekurehua.

“Alhamdulillah, mediasi awal telah dilakukan. Kini kami siapkan langkah teknis untuk menyelesaikan persoalan ini secara menyeluruh,” ujar Asisten Fahrudin usai rapat.

Tim terpadu yang dibentuk akan bekerja di bawah koordinasi Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (Perkimtan) Provinsi Sulawesi Tengah.

Tim tersebut, kata Asisten Fahrudin, memiliki waktu hingga awal Agustus 2025 untuk merampungkan tugasnya. Fokus utama tim adalah mengidentifikasi objek dan subjek atas lahan yang disengketakan, serta melakukan verifikasi lapangan secara menyeluruh.

Baca Juga :  Terus Mengalami Pendangkalan, BWSS III Lakukan Pengerukan Tambatan Perahu Palu III Kelurahan Talise

Proses ini akan melibatkan Kantor Wilayah BPN, Badan Bank Tanah, dan pemerintah desa setempat.

Ia pun meminta Kepala Desa Watutau menjamin kehadiran warga yang menguasai lahan serta memastikan suasana tetap kondusif selama proses berlangsung.

Langkah Pemprov ini diharapkan menjadi titik terang bagi penyelesaian konflik agraria di wilayah Lore Peore, sebuah kawasan yang sejak lama dihuni oleh komunitas adat, namun kerap berhadapan dengan klaim kelembagaan negara atas tanah.

Beliau juga mengingatkan semua pihak untuk menahan diri selama proses berlangsung.

“Tidak perlu ada pelaporan baru yang dapat memperkeruh suasana. Mari kita hormati proses ini demi keadilan bersama,” ujarnya.

Baca Juga :  Peringati Hari Kartini, Wagub Ajak Perempuan Sulteng Ambil Peran dalam Pembangunan

Terakhir Ia berharap penyelesaian konflik agraria dapat dilakukan secara menyeluruh, transparan, dan mengedepankan keadilan bagi semua pihak. (*)

Loading

banner 728x250