banner 728x250
Seni  

Pertunjukan Karya Berbasis Tradisi Lisan, Jalan Sunyi Seni Pertunjukan

PALU – Lima kelompok penyaji seni pertunjukan berbasis tradisi lisan pada malam puncak presentasi karya bertema Merangkai Kearifan Lisan Bumi Tadulako mendapat aplaus yang gemuruh dari penonton yang hadir di auditorium museum jalan kemiri palu, sabtu 31 Agustus 2024.

Kelima penyaji seni pertunjukan ini, semuanya didominasi oleh kalangan anak muda. Mereka menyampaikan pesan para maestro melalui lagu, musikalisasi puisi hingga teater.

Pesan-pesan maestro seni itu begitu kental terasa ketika kelompok penyaji notesa memainkan komposisi dengan mengusung spirit dade ntate kedalam karya mereka.

Empat gadis cantik yang bernyanyi secara bersahutan layaknya para maestro dade ndate kala itu. Semisal om Lagumpuyu Latumpole yang kini sudah meninggalkan kita. Petikan gitar acoustik yang dimainkan salah satu dari empat gadis ini mengingatkan kita pada permainan kecapi om Musudero Kamarante yang juga sudah tiada.

“Ada pesan para maestro yang mereka suarakan lewat penampilan notesa kali ini,” kata Dr. Asrif M. Hum usai acara.

Event kolaborasi Pusat Pengembangan dan Perlindungan Bahasa dan Sastra, Badan Pengembangan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI dengan Komunitas Seni Tadulako – Yayasan Tadulakota’ ini merupakan yang pertama kalinya di bumi tadulako.

Kepala Balai Bahasa Dr. Asrif M. Hum mengatakan, sejak pasca gempa, tsunami dan likuifaksi tahun 2018, sulawesi tengah nyaris mengalami kevakuman kegiatan seni pertunjukan tradisi.

“Seni pertunjukan tradisi kita mengalami ‘jalan sunyi’. Olehnya, melalui jalan sunyi ini kita sama-sama berharap agar jalan yang kita lalui ini, menjadi jalan yang terang benderang dimasa mendatang,” kata Dr. Asrif dalam sambutannya.

Sementara itu Ketua Yayasan Tadulakota’ Hapri Ika Poigi yang juga sekaligus sebagai pengampuh menjelaskan, tradisi lisan dengan pendekatan teks ini bisa di visualkan dalam bahasa inggris sebagai upaya memperkenalkan budaya kita didunia internasional.

“Kondisi tradisi lisan yang ada di sulawesi tengah khususnya di lembah palu terlalu stagnan dan cenderung jalan ditempat. Sudah seharusnya pemerintah hadir dan mengambil peran secara struktural lalu kemudian komunitas yang akan mengeksekusinya,” jelas Hapri.

Secara umum, kelima penyaji telah menampilkan karya terbaik mulai dari workshop hingga gelaran puncak acara di auditorium museum malam minggu kemarin.

Dan publikpun sama berharap, agar kegiatan semacam ini terus berlanjut pada masa-masa mendatang. (Joem)

error: Content is protected !!
banner 728x250