OPINI  

Pelajaran Dari Penghentian Permanen Dua IUP Galian C Oleh Gubernur

Oleh : Efrain Limbong

Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng) Anwar Hafid mengambil langkah tegas, berupa penghentian permanen dua pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) galian C yang berada di Sulteng.

Dua IUP yang ditutup permanen tersebut yakni milik PT Bumi Alpa Mandiri (BAM) dan PT Tambang Watu Kalora (TWK) yang aktivitas pertambangannya berada di wilayah Desa Kalora Kabupaten Sigi dan Kelurahan Tipo Kota Palu.

Dimana keberadaan dua IUP galian C tersebut, dinilai dapat berdampak negatif bagi keberadaan lingkungan dan kehidupan masyarakat di wilayah lingkar tambang. Karena lokasi IUP berada di atas pemukiman warga.

Saat berbicara di hadapan masyarakat pada tanggal 10 Juni 2025, Gubernur Anwar Hafid menyampaikan, penghentian permanen dua IUP tersebut, bukan keputusan politik tapi keputusan nurani. Menurutnya, aktivitas pertambangan yang merugikan rakyat apalagi di atas pemukiman, tidak akan dibiarkan.

Kebijakan penghentian permanen tersebut menjadi gebrakan awal Gubernur Anwar Hafid, terhadap keberadaan IUP yang dianggap tidak sesuai kaidah dan tata kelola penambangan yang baik, sebagaimana diatur dalam regulasi.

Tentu penyampaian secara lisan Gubernur, akan ditindak lanjuti secara prosedural administrasi kepada dua pemegang IUP galian C. Mengingat penghentian permanen, harus memiliki dasar administrasi yang ditujukan kepada pemilik IUP dimaksud.

Yakni PT BAM selaku pemilik UP operasi batuan tanggal 4 April 2024. Berlokasi di desa Kalora Kecamatan Kinavaro Kabupaten Sigi seluas 95, 54 ha. Serta PT TWK pemilik IUP eksplorasi batuan tanggal 20 Februari 2024. Berlokasi di Desa Kalora Kecamatan Kinavaro Kabupaten Sigi, seluas 55,37 ha.

Dalam Undang-Undang (UU) no 3 tahun 2020 yang telah direvisi menjadi UU no 4 tahun 2025 tentang Mineral dan Batubara (Minerba), terkait sanksi administrasi bagi pemegang IUP tertuang dalam pasal 151 ayat 2. Dimana dalam pasal tersebut, tidak ada penyebutan tentang penghentian permanen.

Yang ada berupa peringatan tertulis, denda, penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan eksplorasi atau operasi produksi, serta pencabutan IUP, IUPK, IPR, SIPB, atau IUP untuk penjualan.

Didahului Penghentian Sementara

Merujuk pada regulasi UU Minerba tersebut, maka yang dimaksud oleh Gubernur Anwar Hafid tentang penghentian permanen adalah, berupa pencabutan IUP pelaku usaha tambang.

Pencabutan IUP merupakan sanksi terakhir yang diberikan, setelah didahului dengan penghentian sementara kepala pemilik IUP. Dimana dalam tahap penghentian sementara,  pemilik IUP harus menyelesaikan permasalahan yang ada di lingkar tambang.

Terkait kebijakan penghentian sementara yang dimaksud dalam UU Minerba,  sudah pernah dilakukan oleh Gubernur Sulteng sebelumnya, yakni Rusdy Mastura kepada dua pemilik IUP tersebut. Lewat surat bernomor 500.10.2.3/1106/Dis.ESDM, bertanggal 23 September 2024 .

Dimana dalam surat menyatakan, menyikapi adanya keresahan masyarakat Kelurahan Tipo Kecamatan Ulujadi, serta guna menghindari konflik sosial, maka disampaikan kepada pihak PT BAM dan PT TWK untuk melakukan penghentian sementara.

Serta tidak melakukan kegiatan penambangan sampai dengan adanya kesepakatan antar pihak. Selain itu perusahaan segera menyelesaikan permasalahan yang terjadi dengan masyarakat secara musyawarah mufakat.

Permintaan penghentian sementara oleh Gubernur saat itu,  juga didasarkan pada hasil kunjungan lapangan tim gabungan pada tanggal 11 September 2024.

Intinya pada delapan bulan lalu, sudah ada langkah prosedural secara administrasi berupa penghentian sementara yang ditujukan kepada pihak perusahaan, oleh Gubernur lama Rusdy Mastura.

Namun tentang waktu berjalan, pihak perusahaan dinilai tidak bisa menyelesaikan permasalahan yang mencuat. Sehingga Gubernur baru Anwar Hafid mengambil kebijakan penghentian permanen, atau pencabutan IUP operasi dan eksplorasi.

Terkait adanya surat dari Gubernur lama Rusdy Mastura, dibenarkan oleh Kabid Pertambangan Dinas ESDM Sulteng yakni Sultan. Dimana menurutnya, selama delapan bulan dari penghentian sementara, tidak ada penyelesaian masalah yang dilakukan pemilik IUP.

Adapun proses pencabutan IUP melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Sulteng. Sementara kajian hukum berdasarkan regulasi dan pertimbangan teknis dari dinas terkait untuk pencabutan IUP, melalui Biro Hukum Pemprov Sulteng.

Gubernur Anwar Hafid lewat surat bernomor 500.10.2.3/299/Ro.Hukum telah meminta kepada Dinas ESDM dan Dinas PMPTSP untuk menjalankan ketentuan pencabutan IUP PT BAM  dan IUP PT TAK sesuai degan kajian dari Biro Hukum.

Pencabutan dilakukan dengan memperhatikan,  pertimbangan teknis dari Finas ESDM Sulteng. Kajian dampak lingkungan dari Dinas Lingkungan Hidup  Sulteng. Serta telaah dari Biro Hukum Pemprov Sulteng tanggal 18 Juni 2025, tentang pencabutan IUP PT BAM dan PT TWK.

Namun demikian pencabutan IUP butuh proses. Karena pencabutan harus melalui sistem elektronik terintegrasi Online Single Submission (OSS) yang dikelola oleh Lembaga OSS, untuk penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko

Selain itu pemilik IUP juga sudah mengantongi dokumen lingkungan sebagai persyaratan pengurusan IUP.  Jika IUP dicabut, maka otomatis dokumen lingkungan termasuk didalamnya izin lingkungan tidak berlaku lagi.

Yang jelas kebijakan penghentian permanen aktivitas tambang oleh Gubernur tersebut, menjadi pelajaran penting terhadap tiga hal.

Pertama, kewenangan Gubernur terhadap kebijakan pengawasan dan pemberian sanksi administrasi bagi pemilik IUP

Kedua, evaluasi terhadap keberadaan IUP eksplorasi dan operasi yang berada di wilayah Sulteng. Ketiga, pentingnya pelaku usaha  (investor) tambang dalam menjaga kepercayaan pemerintah daerah, terhadap pengelolaan pertambangan di Sulteng.

Kewenangan Pemberian Sanksi

Kebijakan penghentian permanen tentu menjadi sorotan di ruang publik, terkait sejauhmana kewenangan Gubernur dalam pemberian sanksi kepada pelaku usaha pemilik IUP yang dianggap tidak melaksanakan pengelolaan, sesuai kaidah dan tata kelola pertambangan yang baik.

Mengingat dalam pasal 151 UU Minerba menyebutkan, pemberian sanksi terhadap pemilik IUP yakni berupa peringatan tertulis, denda, penghentian sementara serta pencabutan IUP dilakukan oleh Menteri.

Namun keberadaan regulasi berupa Peraturan Presiden (Perpres) nomor 55 tahun 2022 memberikan  pendelegasian perizinan berusaha di bidang Minerba, dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah (Gubernur).

Dimana dalam pasal 2 menyebutkan, pendelegasian tersebut meliputi pemberian sertifikat standar dan izin. Kemudian pembinaan atas pelaksanaan perizinan berusaha yang didelegasikan. Serta pengawasan atas pelaksanaan perizinan berusaha yang didelegasikan.

Pemberian izin dimaksud, terdiri atas IUP dalam rangka penanaman modal dalam negeri untuk komoditas mineral bukan logam dengan ketentuan berada dalam satu daerah provinsi atau wilayah laut sampai dengan 12  mil laut.

Serta IUP dalam rangka penanaman modal dalam negeriuntuk komoditas batuan dengan ketentuan berada dalam satu daerah provinsi atauwilayah laut sampai dengan 12 millaut.

Sedangkan dalam pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud, Gubernur menugaskan inspektur tambang untuk pengawasan atas kaidah teknik pertambangan yang baik. Serta pejabat pengawas pertambangan untuk pengawasan atas tata kelola pengusahaan pertambangan.

Disebutkan dalam pasal 2 ayat 8 Perpres, bahwa inspektur tambang dan pejabat pengawas pertambangan wajib melaporkan hasil pengawasan kepada Gubernur. Jika terdapat pelanggaran, maka Gubernur wajib menindaklanjuti dalam bentuk pembinaan atau pemberian sanksi administratif.

Dengan adanya pendelegasian kewenangan tersebut, maka pemberian sanksi administrasi berupa penghentian permanen atau pencabutan IUP untuk mineral bukan logam atau tambang galian C, menjadi ranah Gubernur. Mengingat adanya pendelegasian perijinan berusaha kepada Gubernur.

Terhadap konsekuensi penutupan permanen dua IUP galian C, Kepala Biro Hukum Pemprov Sulteng  Adiman mengatakan, pihaknya telah menyiapkan kajian hukum yang melandasi kebijakan Gubernur tersebut.

“Kebijakan berani yang diambil oleh Gubernur untuk melakukan penghentian permanen bisa jadi bermuara ke ranah hukum,  Namun sebagai bawahan Gubernur, kita siap mengawal Gubernur menghadapi konsekuensi hukumnya,” ujar Adiman saat berbicara dalam kegiatan diskusi publik di Palu.

Evaluasi Terhadap Keberadaan IUP

Semenjak adanya pendelegasian pemberian perizinan berusaha di bidang Minerba dari pusat kepada pemerintah daerah, geliat kepemilikan IUP tambang galian C di Provinsi Sulteng semakin meningkat.

Dalam peraturan Pemerintah No 5 tahun 2021 menyebutkam, Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.

Berdasarkan data dari Dinas ESDM Sulteng, jumlah IUP Operasi produksi mineral bukan logam dan batuan hingga bulan April 2025 sebanyak 305 IUP. Dimana tersebar di seluruh Kabupaten/Kota di Sulteng, kecuali Kabupaten Banggai Laut.

Meningkatnya kepemilikan IUP, mengindikasikan adanya kemudahan kepengurusan perizinan berusaha di sektor minerba untuk mineral bukan logam oleh instansi terkait. Meskipun untuk pengurusan IUP harus memiliki sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha, sebagaimana diatur dalam UU Minerba.

Diantaranya lokasi dan luas wilayah, persyaratan penyusunan dokumen lingkungan, kewajiban melaksanakan reklamasi dan pasca tambang serta kewajiban melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (WIUP).

Selain itu pemegang IUP wajib menyusun dan menyampaikan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahunan kepada Menteri atau Gubernur, sesuai dengan kewenangannya. Hal tersebut tertuang dalam pasal 62 Peraturan Menteri ESDM no 7 tahun 2022.

Padahal sejatinya sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM) baik pertambangan rakyat maupun penambangan batuan, masuk dalam perijinan berusaha berbasis resiko tinggi. Sebagaimana dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 5 tahun 2021.

Sehingga Pemerintah Daerah lewat instansi terkait dalam memproses perizinan berusaha berupa IUP, harus benar-benar memperhatikan potensi resiko yang kemungkinan muncul. Meskipun pelaku usaha sudah memiliki dokumen lingkungan sebagai persyaratan kepemilikan IUP.

Kebijakan penghentian permanen dua IUP yang ada di Desa Kalora Sigi oleh Gubernur, tentu menjadi dilema. Ketika kehadiran IUP justru berdampak ‘musibah’ bagi masyarakat lingkar tambang yang bermuara pada adanya permintaan penghentian IUP.

Sementara di satu sisi pemilik IUP bisa berkontribusi terhadap pendapatan daerah, membuka lapangan kerja, serta memberdayakan masyarakat sekitar lewat program tanggungjaeab sosial perusahaan (CSR).

Maka ini bisa menjadi pintu masuk untuk mengevaluasi keberadaan IUP baik kategori mineral bukan logam maupun logam. Terutama mineral bukan logam (galian C) yang pemberian IUPnya didelegasikan kepada Gubernur.

Evaluasi dilakukan jika ada indikasi IUP galian C yang berpotensi dilakukan penghentian permanen. Karena menimbulkan dampak lingkungan dan bencana alam. Dimana evaluasi dimaksud berangkat dari hasil pengawasan yang dilakukan oleh inspektur tambang dan pejabat pengawas pertambangan.

Perlu diingat, bentuk pembinaan maupun  pemberian sanksi administrasi oleh Gubernur sebagaimana dalam Perpres 55 tahun 2022, dilakukan berdasarkan hasil pengawasan dari inspektur tambang dan pejabat pengawas pertambangan yang ditugaskan oleh Gubernur.

Ini untuk menghindari celah masalah, dimana kebijakan Gubernur dalam mengeksekusi penghentian permanen, tidak berdasarkan hasil pelaporan pengawasan dari Inspektur tambang dan pejabat pengawas pertambangan. Meski Gubernur telah membentuk tim evaluasi pengawasan yang terdiri dari instansi teknis.

Menjaga Kepercayaan Pemerintah Daerah

Kebijakan  Gubernur menghentikan permanen IUP yang bermasalah, menjadi warning bagi pelaku usaha (investor) tambang, agar lebih profesional dan bertanggung jawab dalam setiap kegiatan pertambangan.

Tujuannya agar investasi dan pengelolaan tambang yang ada di wilayah Sulteng tidak menimbulkan masalah krusial, karena sanksi administrasinya sudah jelas.

Penghentian permanen menjadi bukti hilangnya kepercayaan Pemerintah Daerah terhadap pemilik IUP yang ingin mengeruk sumber daya alam, namun mengabaikan kewajibannya. Termasuk mengabaikan aspek kesejahteraan rakyat  serta kelestarian lingkungan sekitar.

Sejatinya jika pemilik IUP memiliki laporan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) tahunan, sudah pasti perusahaan tersebut  punya laporan pengembangan masyarakat serta laporan terhadap jaminan kelestarian alam dan lingkungan.

Untuk aspek pemberdayaan masyarakat bagi pemegang IUP,  harus menyusun, melaksanakan, dan menyampaikan laporan pelaksanaan program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat secara berkala

Sementara dari aspek kelestarian lingkungan, harus mematuhi batas toleransi daya dukung lingkungan. Menjamin penerapan standar dan baku mutu lingkungan sesuai dengan karakteristik suatu daerah, serta menjaga kelestarian fungsi dan daya dukung sumber daya air.

Bagi pemilik IUP yang konsisten membuat RKAB dan menjalankan sesuai kaidah dan tata kelola pertambangan yang baik, maka dengan sendirinya telah menjaga kepercayaan Pemerintah Daerah.

Selain itu dalam pasal 91 UU Minerba telah mengamanatkan pemegang IUP wajib menggunakan jalanpertambangan dalam pelaksanaan kegiatan usahapertambangan.

Adapun jalan pertambangan dimaksud dapat dibangun sendiri oleh pemegang IUP atau bekerjasama dengan:pemegang IUP lain yang membangunjalan pertambangan.

Jika amanat ini dilaksanakan, maka  konflik dengan masyarakat bisa diminimalisir. Mengingat tidak jarang perusahaan tambang  menggunakan sarana jalan umum untuk mobilisasi yang menimbulkan kerusakan serta polusi udara. Seperti yang terjadi di lokasi galian C Teluk Palu.

Menjaga kepercayaan Pemerintah Daerah sangat penting. Mengingat banyak investor lain yang berminat berinvestasi di Sulteng. Bukan hanya di sektor tambang, namun juga sektor lainnya.  Namun terkendala perizinan serta keberadaan lahan yang belum clean and clear.

Bagaimanapun juga Pemerintah Daerah punya tanggung jawab dalam melakukan pembinaan  atas pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan oleh pemilik IUP, sebagaimana disebut dalam UU Minerba dan Perpres.

Karena itu pemilik IUP harus mau bekerjasama dengan Pemerintah Daerah dalam melakukan fungsi pembinaan terhadap kaidah dan tata kelola pertambangan. Gubernur tidak bisa lepas tangan dalam pembinaan, sebaliknya pemilik IUP juga harus mau untuk dibina.

Karena tugas utama Pemerintah adalah menjaga kepentingan masyarakat di lingkar tanbang dari dampak degradasi lingkungan yang dapat merusak peradaban sekitar.

Penulis adalah Ketua Aliansi Pemerhati Pembangunan Daerah (APPEMDA) Sulteng

banner 728x250