Tanpa Riwayat Kejahatan Sebelumnya, Made Ardana Berdamai Dengan PT Sawindo di Meja Restorative Justice

PALU – Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulawesi Tengah Zullikar Tanjung, didampingi Aaisten Pidana Umum (Aspidun) Kejati Sulteng Moh. Fithrah, memimpin permohonan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif, diruang vidcom Kantor Kejati Sulteng, Senin (19/5/2025).

Terhadap perkara pidana berasal dari Kejaksaan Negeri Banggai, yang menjerat I Made Ardana alias AR, melanggar pasal 362 KUHPidana dengan pelapor An. Dodi yoanda lubis mewakili PT. Sawindo Cemerlang (Indentitas korban korporasi).

Ekspose berlangsung secara virtual dan bersama Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum.

Kasus ini bermula dari tindakan tersangka yang didorong kebutuhan mendesak keluarga terutama dua anak kembarnya yang masih balita, mengambil bibit sawit dan pupuk dari tempatnya bekerja, PT. Sawindo Cemerlang.

Baca Juga :  Kajati Sulteng Terima Kunjungan Tim Desk Pilkada Kemenko Polkam

Meski perbuatannya melawan hukum, niat tulus untuk bertanggung jawab, pengembalian kerugian, serta respons positif dari korban dan masyarakat membuka jalan bagi penyelesaian melalui mekanisme keadilan restoratif.

Permohonan penghentian penuntutan ini disetujui secara resmi, setelah memenuhi seluruh ketentuan regulatif dan administratif yang diatur dalam Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020, Surat Edaran JAM Pidum Nomor 01/E/EJP/02/2022, serta Pedoman Jaksa Agung Nomor 24 Tahun 2021.

Adapun alasan penghentian penuntutan yaitu; Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, tanpa riwayat kejahatan sebelumnya.
Kerugian yang ditimbulkan telah dikembalikan sepenuhnya kepada pihak korban.

Baca Juga :  Kejaksaan Diharapkan Menjadi Pelopor Penegakkan Hukum yang Berkeadilan, Humanis, Akuntabel, Transparan dan Modern

Perdamaian telah tercapai secara sukarela antara tersangka dan perwakilan korban. Masyarakat merespon positif terhadap upaya penyelesaian damai dan restoratif.

Tindak pidana yang dilakukan diancam dengan pidana penjara di bawah 5 tahun, sesuai syarat keadilan restoratif.

Kasus ini mencerminkan realitas sosial, di mana tersangka, seorang ayah muda dengan dua anak balita dililit kebutuhan ekonomi hingga tergelincir dalam pelanggaran hukum. Namun, niat baik untuk bertanggung jawab, sikap kooperatif, dan dukungan lingkungan menjadi fondasi kuat bagi penyelesaian melalui pendekatan keadilan yang lebih manusiawi.

Kisah ini menjadi bukti bahwa penegakan hukum tidak semata-mata soal sangsi, tapi juga tentang harapan, pengampunan, dan kesempatan kedua. Seperti disampaikan oleh Jaksa Agung RI, ST. Burhanuddin: “Pentingnya membangun nurani dalam penegakan hukum yang berkeadilan dan bermanfaat bagi masyarakat. (*)

Loading

banner 728x250