banner 728x250

Dua Kasus Tipiring Berakhir di Meja Restorative Justice

PALU – Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Wakajati) Sulawesi Tengah Zullikar Tanjung, SH, MH, didampingi Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulteng Fithrah, SH, MH, kembali memimpin ekspose penghentian penuntutan berdasarkan prinsip Restorative Justice, yang dilaksanakan secara virtual bersama Direktur Oharda pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung, Senin (10/3/2025).

Dalam ekspose ini, terdapat tiga perkara yang diajukan, dua berasal dari Kejaksaan Negeri Donggala dan satu dari Kejaksaan Negeri Morowali Utara.

Perkara dari Kejaksaan Negeri Donggala pertama melibatkan tersangka Adi Sakti alias Adi yang didakwa melanggar Pasal 362 KUHP tentang pencurian, dengan korban Evarianti alias Eva.

Kasus ini bermula saat tersangka mendatangi rumah korban dengan maksud menagih utang suami korban, namun karena korban tidak berada di rumah, tersangka kemudian menyuruh saksi Imran alias Uwo (dalam penuntutan terpisah) untuk membawa sepeda motor milik korban tanpa sepengetahuan korban.

Baca Juga :  Jaksa Masuk Sekolah Hadir di SMK Alkhairaat Palu

Perkara kedua masih melibatkan tersangka Imran alias Uwo, Perannya dalam perkara ini sebagai eksekutor yang membawa sepeda motor korban sesuai perintah Adi Sakti, dengan korban yang sama serta pelanggaran Pasal 362 KUHPidana.

Sementara itu, dari Kejaksaan Negeri Morowali Utara, perkara yang diajukan melibatkan tersangka Selvi Salim alias Epi, seorang ibu dengan empat orang anak yang sehari-hari bekerja mencari kerang sungai demi membantu suaminya yang bekerja sebagai buruh harian lepas.

Baca Juga :  Penuhi Panggilan Penyidik, Direktur Operasional PT. ASTRA Tiba di Kantor Kejati Sulteng

Tersangka didakwa melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan, dengan korban Nila Hipy alias Nila. Insiden bermula ketika tersangka merasa tersinggung dengan perkataan korban, hingga akhirnya meluapkan emosinya dengan menampar korban.

Dalam mempertimbangkan penghentian penuntutan perkara ini, pihak Kejaksaan melihat adanya kesepakatan damai antara tersangka dan korban, serta kondisi sosial yang harus dipulihkan.

Prinsip Restorative Justice diutamakan untuk mengembalikan keseimbangan hukum dan sosial tanpa harus mengorbankan masa depan individu yang terjerat kasus hukum ringan.
Hal ini sejalan dengan semangat keadilan yang tidak hanya melihat hukum sebagai alat penjeraan, tetapi juga sebagai sarana pemulihan bagi masyarakat.

Dengan penghentian penuntutan ini, diharapkan para tersangka dapat kembali ke masyarakat tanpa stigma, memperbaiki kesalahan, dan melanjutkan hidup dengan lebih baik.

Baca Juga :  Beli Satu Unit Iphone: Sulfahmi dan Nursucy Berdamai di Meja RJ

Prinsip Restorative Justice menitikberatkan pada pemulihan hubungan antara pelaku, korban, dan masyarakat, sehingga keadilan dapat tercapai tanpa harus selalu berujung pada pemidanaan.*

banner 728x250
banner 728x250