PALU – Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulawesi Tengah Dr. Bambang Hariyanto didampingi Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Wakajati) Sulawesi Tengah Zullikar Tanjung, S.H, M.H kembali memimpin ekspose penghentian penuntutan berdasarkan Restorative Justice (RJ).
Kali ini melalui beberapa satuan kerja (satker) yaitu, Kejari (Kejaksaan Negeri) Donggala, Kejari Palu, Kejari Morowali Utara dan Cabjari Bunta. Semua perkara melanggar pasal 351 Ayat 1 dengan beberapa kasus.
Pertama, perkara dari Kejari Donggala Tersangka An. Farhan Bin Rahman dan korban An. Moh. Arif Laindjong dengan kasus berawal dari korban mendatangi tersangka untuk menagih asuransi kepada istri tersangka kemudian istri tersangka meminta untuk menunda pembayar tapi korban menolak, yang memicu penganiayaan yang dilakukan tersangka kepada korban.
Selanjutnya perkara dari Kejari Palu Tersangka An. Moh. Gafur D. Madani dan Korban An. Asriana dengan kasus posisi berawal dari ketersinggungan tersangka atas perkataan korban yang tidak menyukai istri tersangka, menimbulkan cekcok dan berujung penganiayaan.
Lanjut dari Kejari Morowali Utara Tersangka An. Nasrul Alias Arul dan korban An. Elma dengan kasus posisi dimana keduanya merupakan pasangan kekasih yang pada saat kejadian berada di kos-kosan milik korban, kejadian penganiayaan dipicu dari korban hendak mengambil HP tersangka namum tersangka menolak sehingga terjadi cekcok dan berujung penganiayaan.
Terakhir dari Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) Banggai di Bunta, tersangka An. Atnan Misbah dan Korban An. Buhari Bega dengan kasus posisi dimana penganiayaan dipicu dari prasangka buruk tersangka terhadap korban dengan berpikir korban akan membunuhnya dikarenakan beberapa tahun lalu antara korban dan tersangka pernah terlibat perselisihan terkait sengketa tanah, dan dari pikiran tersebut tersangka spontan menganiaya korban.
Ekspose dilakukan secara virtual dengan Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAMPIDUM) Kejaksaan Agung RI, sementara pada kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah di ikuti pula oleh Aspidum Kejati Sulteng Fithrah, SH, MH, para Kepala Seksi dan jajaran Pidum Kejati Sulteng, serta Kasi Penkum Kejati Sulteng.
Penghentian penuntutan beberapa perkara tersebut, telah melalui proses mediasi yang melibatkan pihak korban dan pelaku, yang keduanya sepakat untuk berdamai, dan serta korban telah mencabut laporannya.
Kejaksaan, berdasarkan pertimbangan kepentingan umum serta memperhatikan kondisi sosial di masyarakat, memandang bahwa penyelesaian melalui jalur Restorative Justice lebih tepat, tanpa perlu dilanjutkan ke persidangan.
Dengan dihentikannya penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, maka penyelesaian perkara tidak lagi dilakukan melalui proses persidangan di pengadilan, tetapi, diselesaikan melalui perdamaian para pihak.
Penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif dengan penghentian penuturannya disetujui langsung Oleh JAMPIDUM Kejaksaan Agung Republik Indonesia.***