PALU – Direktur Utama (Dirut) Bank Sulteng Ramiyatie melalui Direktur Kepatutan Yudy Koagow kepada wartawan di kantornya Kamis (15/5-2025) mengatakan, setiap tahun selalu diputuskan dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) tentang besarnya Corporate Social Responsibility (CSR) dari Bank Sulteng.
“Yakni CSR yang dialokasi ke seluruh pemegang saham berdasarkan share saham. Dan besarnya CSR yang di kelola oleh Bank Sulteng,” jelas Yudy.
Kata Yudy kalau CSR kepada pemegang saham, maka bank sulteng hanya sebagai pengelola administrasi.
“Dan khusus CSR kepada mega corpora hanya di gunakan khusus untuk masyarakat sulawesi tengah,” terang Yudy.
Menurut Yudy CSR dari Grup Mega Corpora yang sudah ada di sulteng sejak tahun 2018, yakni pembangunan sekolah di kota Palu-Donggala dan Sigi (terdampak gempa 2018).
“Adalah tempat ibadah (masjid) di kota Palu dan donggala. Dan saat ini, seluruh CSR dari Grup akan disalurkan untuk pembangunan rumah sakit dhuafa di bekas lokasi Rumah Sakit Umum Daerah Undata di jalan Soeharso Palu,” jelas Yudy.
Disinggung soal CSR ke Persipal, yang menjadi polemik beberapa hari di media, Yudy menerangkan bahwa pemberian CSR ke Persipal sudah melalui RUPS.
“Kenapa CSR Bank Sulteng ke persipal, karena disitu ada kegiatan sosialnya yakni para penonton tidak dipungut biaya dalam laga Persipal. Dan sudah melalui persetujuan para pemegang saham yakni di dalam RUPS. Jadi tidak ada yang salah dalam pemberian CSR ke Persipal. Jadi pemberian CSR kemanapun berdasarkan persetujuan RUPS,” tutur perwakilan Mega Corpora itu.
Disinggung soal kinerja bank sulteng dalam tempo 5 tahun dari 2020 hingga 2024, Yudy merincikan sebagai berikut :
Laba bank sulteng dalam angka miliyar yakni :
– tahun 2020 : Rp.215 M
– tahun 2021 : Rp.275 M
– tahun 2022 : Rp.310 M
– tahun 2023 : Rp.335 M
– tahun 2024 : Rp.360 M
“Dan untuk tahun 2025 ditargetkan laba bank Sulteng sebesar Rp400 miliyar. Jadi kita harapkan ada trand kenaikan setiap tahunnya,”ungkapnya.
Sedangkan soal Gaji Direksi dan komisaris Yudy menjelaskan bahwa kalau gaji direksi dan komisaris sejak tahun 2020 hingga saat ini baru naik sekali sebesar 10%.
“Dan komponen pendapatan itu ada banyak, antara lain, gaji pokok, tunjangan-tunjangan, pajak 30%, banus kinerja atas laba yang diperoleh. Besar kecilnya gaji harus dilihat perbandingan dengan industri sejenis dan size yang sama di Indonesia. Sehingga bank Sultenglah yang paling kecil dibanding group mega korpora lainnya,” aku Yudy.
Ditanya soal dukungan jaminan mega korpora sebesar Rp1,7 triliun memang bukan dalam uang tunai, karena kalau secara tunai, maka Mega Corporalah yang paling besar sahamnya dan jadi pengendali.
“Untuk menghindari itu, maka mega corpora hanya sebagai penjamin agar modal mencapai Rp3 triliun sebagaimana dipersyaratkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Jadi apapun yang terjadi terkait dengan bank sulteng mega korpora yang menjamin termasuk penambahan modal Rp1,7 triliun,” tutur orang kepercayaan Chaerul Tanjung itu.
Yudy mengatakan kalau mega korpora mencabut sahamnya atau tidak menjamin penambahan modal sebesar Rp, 1,7 triliun maka bank Sulteng turun kelas menjadi bank perkereditan rakyat (BPR).
“Kita patut berterima kasih ke mega corpora karena mau membantu memberikan jaminan ke bank sulteng sehingga modal mencapai Rp,3 triliun. Karena kalau tidak ada jaminan modal dari mega corpora maka bank sulteng turun kelas menjadi Bank Perkreditan Rakyat,” jelas Yudy. ***